Ilmu Sosial Budaya Dasar
I.
Manusia Dan Kebudayaan
Kata budaya
merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa.
Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang
berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah. Budaya atau
kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur.
Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari
kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti
culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam.
Berbudaya, selain
didasarkan pada etika juga mengandung estetika di dalamnya. Etika disini
menyangkut analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. Sedangkan estetika menyangkut pembahasan keindahan, yaitu
bagaimana sesuatu bisa terbentuk dan bagaimana seseorang bisa merayakannya.
Manusia dapat dikatakan sebagai individu
yang berdiri sendiri (memiliki cipta, rasa, dan karsa)
dan juga sebagai makhluk sosial yang
terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan
alam).
II.
Manusia dan Perubahan atau Peradaban
Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang
berasal dari kata civil (warga kota) dan sivitas (kota; kedudukan
warga kota). Biasanya, peradaban juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan
dalam beberapa literatur. Menurut Huntington, peradaban mewujudkan
puncak-puncak dari kebudayaan. Manusia sebenarnya sudah mencapai puncak
kebudayaan walaupun masih dalam taraf primitif. Akan tetapi, tidak semua
kebudayaan bisa mencapai tahap puncaknya. Kadang, kebudayaan manusia terhenti
dengan apa yang disebut blind eyes atau jalan buntu. Frans Boas
mengartikan peradaban sebagai keseluruhan bentuk reaksi manusia terhadap
tantangan dalam menghadapi alam sekitar, individu ataupun kelompok. Peradaban
bisa meliputi segala aspek kehidupan manusia, seperti budaya materiil, relasi
sosial, seni, agama, dan ditambah dengan sistem moral, gagasan, dan bahasa.
Kebudayaan dan Peradaban memliki
perbedaan dan kebudayaan lebih dominan pada
nilai-nilai spiritual yang menekan manusia pada perkembangan individu di bidang
mental dan moral. Sementara itu, peradaban menurutnya, lebih mengarah kepada
hal-hal bersifat material yang menekankan pada kesejahteraan fisik dan
material. Oswald mencontohkan bahwa gaya hidup Yunani Kuno dan Romawi Kuno
sebagai peradaban. Bieren de Han berpendapat sama dengan Oswald. Ia juga
membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Menurut Bieren, peradaban adalah
seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan, bagi
Bieren, lebih menekankan kepada segala sesuatu yang berasal dari hasrat dan
gairah yang lebih murni, berada di atas tujuan praktis hubungan masyarakat.
III.
Manusia Sebagai Mahluk Individu Serta Sosial
Manusia
dapat berlaku sebagai makluk individu dan makluk sosial. Sebagai individu
dengan kepribadian khasnya berada di tengah-tengah individu lain yang sekaligus
mematangkannya sebagai pribadi. Individu sendiri berasal dari kata in dan devided.
Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung
pengertian tidak, sedangkan devided artinya
terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan.
Menurut
kodratnya manusia juga merupakan makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat,
selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat
dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia
selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Manusia tidak dapat berdiri
sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dapat
disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial
karena,Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang
lain atau dari kacamata orang lain dan
manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
dan manusia akan terus berkembang jika hidup dilingkungan sosial interaksinya
yang hidup.
Dalam
interaksi sosial, manusia mengemban nilai-nilai dan norma- norma yang berlaku
sebagai penuntun atau pedoman dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat.
IV.
keragaman dan kesederajatan manusia
Keragaman
atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di
masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang
(Azyumardi Azra, 2003).
Sebagai
fakta, keragaman sering disikapi secara
berbeda.
Kesetaraan
dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme
kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya
prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu
melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan
hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal
rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Di
Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa, antarpenganut keyakinan keagamaan,
ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda,
seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk
Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis.
Persoalan-persoalan
tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu kelompok.
Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok manusia
ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki sosial suatu kelompok. Di
dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok
pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi
paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan
dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang
berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang
lebih tajam.